Pondok Pesantren Tebuireng didirikan oleh Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari pada tahun 1899 M. Seiring dengan perjalanan waktu, Pesantren Tebuireng saat ini telah mampu melahirkan ulama-ulama besar yang tersebar di berbagai daerah, mereka tampil sebagai tokoh bagi masyarakat di lingkunganya dan berperan dalam berbagai bidang. Dengan adanya peran alumni sebagai agen perubahan ( Agent of Change ) bagi lingkunganya tersebut kian meneguhkan bahwa sesungguhnya kebesaran Pesantren Tebuireng bukan hanya karena nama besar Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari sebagai pendiri semata, namun juga dipengaruhi oleh besarnya peran para alumni bagi masyarakat di sekitarnya.
Pada awal berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng lebih concern pada system pendidikan salaf yang lebih identik dengan pendidikan berbasis kitab kuning, namun pada perkembanganya Pesantren Tebuireng tidak hanya dikenal sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama berbasis kitab kuning semata, bahkan dibawah kendali KH. Wahid Hasyim Pesantren Tebuireng juga dikenal sebagai pesantren pelopor bagi masuknya ilmu umum dalam pendidikan pesantren.
Perkembangan zaman terus bergulir, pemerintah pun seakan tak mau ketinggalan berlomba dengan waktu melahirkan regulasi-regulasi baru yang terkait dengan pendidikan nasional. Di sisi lain kecenderungan pola pikir masyarakat yang hedon kian lama kian menemukan ruangnya hingga berakibat pada menurunnya eksistensi pendidikan pesantren. Kondisi ini direspon oleh pengelola Pesantren dengan mengadopsi pendidikan formal yang dilaksanakan di Pesantren, kebijakan ini tentu positif dan terbukti banyak berperan dalam menjaga eksistensi Pesantren, namun ada hal yang mulai terlupakan atau bahkan hilang dari pesantren saat ini, Pesantren sebagai lembaga tafaqquh fi al-din secara perlahan mengalami pergeseran orientasi dalam berbagai hal, akibatnya Pesantren lambat laun mulai kehilangan independensinya sebagai lembaga pendidikan khas Indonesia yang mandiri. Dampak paling nyata adalah pergeseran mutu lulusan pesantren dimana nilai ijazah jauh lebih diperhatikan dan dianggap lebih penting dari pada kualitas keilmuan seseorang. Pergeseran nilai ini tentu sangat berpengaruh terhadap kualitas alumni pesantren sehingga tidak sedikit pesantren yang mulai gelisah karena kekurangan kader yang mumpuni untuk mengemban amanat meneruskan visi pesantren yang telah digariskan oleh kyai pendiri.
Ide awal berdirinya Madrasah Mu’allimin Hasyim Asy’ari tercetus pada musyawarah nasional (MUNAS) Alumni Tebuireng yang dilaksanakan bersamaan dengan pelantikan KH. Salahuddin Wahid sebagai pengasuh pesantren Tebuireng menggantikan KH. Yusuf Hasyim yaitu pada tanggal 13 April 2006. Musyawarah tersebut menghasilkan rekomendasi agar pesantren Tebuireng kembali fokus pada upaya peningkatan kemampuan santri dalam penguasaan kitab kuning. Hasil musyawarah ini kemudian diperkuat oleh adanya masukan dari para kyai yang disampaikan secara langsung kepada KH. Salahuddin Wahid pada waktu beliau silaturrahim di beberapa Pondok Pesantren yang notabene pendiri dan pengasuhnya merupakan alumni dan atau memiliki ikatan historis dengan pesantren Tebuireng antara lain Pesantren Lirboyo Kediri, Pesantren Ploso Kediri dan Pesantren Sidogiri Pasuruan.
Setelah melalui beberapa kali rapat, pada tanggal, 03 Agustus 2008 proses kegiatan belajar mengajar (KBM) dimulai. Pada awal tahun ajaran perdana ini KBM Madrasah Mu’allimin diikuti oleh 13 santri yang berasal dari berbagai daerah dengan beragam usia.
Madrasah Mua’allimin lahir atas dasar keinginan mengembalikan nilai-nilai dasar Pesantren sebagai lembaga Tafaqquh fi al-din yang mandiri dan berorientasi pada pembentukan pribadi yang memiliki karakter kuat dan memiliki keilmuan yang mumpuni sehingga mampu bersaing dalam percaturan global.
- Visi
Madrasah berkualitas pencetak kader ulama yang bisa menjadi pemimpin dan panutan umat
- Misi
- Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas.
- Menyelenggarakan pendidikan untuk mencetak kader yang alim (Tafaqquh fi al-din) dan berkahlakul karimah.
- Menyelenggarakan pendidikan untuk mencetak kader yang mempunyai semangat pengabdian terhadap agama dan bangsa.
- Moto
Berilmu, beramal, berbudi luhur, penerus tradisi ulama salaf